Apakah Daging dan Minyak Biawak Halal Atau Haram?

Nesiaverse.com – Memang banyak orang yang bertanya-tanya mengenai apakah daging dan minyak biawak halal atau haram? Hal ini menjadi bentuk rasa hati-hati, oleh karena itu untuk kamu yang ingin tahu dengan jawabannya maka bisa dengan simak ulasan di bawah ini dengan seksama.

Biawak sendiri merupakan salah satu hewan termasuk kelompok kadal berukuran menengah dan besar yang sudah tersebar di daerah yang beriklim panas dan juga tropis Afrika, Australia serta Asia, kebanyakan biawak biasanya kerap ditemukan di Indonesia yaitu jenis biawak air dari jenis Varanus Salvator.

Biawak yang memiliki panjang dimulai dari moncong sampai ujung ekornya yang pada umumnya hanya sekitar 1 m saja, walaupun ada juga biawak yang bisa mencapai panjang sekitar 2,5 m, biasanya biawak yang akan memburu hewan-hewan yang berukuran menengah dan besar seperti babi hutan, anak kerbau dan juga rusa.

Advertisment

Bahkan terdapat beberapa kasus komodo yang menyerang manusia walaupun hal ini yang jarang terjadi, biawak yang satu ini hanya menyebar terbatas di beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara yaitu seperti di Pulau Rinca, Pulau Komodo, Pulau Padar dan juga Pantai Barat Pulau Flores.

Dimana biawak yang kerap menjadi makanan dihidangkan di beberapa tempat di indonesia dan masih banyak orang yang awam sebenarnya daging dan minyak biawak halal atau haram?

Advertisment

Apa yang menjadi penyebab halal atau haramnya pada hewan yang satu ini dan tentunya hal ini harus diketahui oleh umat Islam, karena ini menjadi salah satu cara untuk menjaga kehati-hatian tentang apa yang kamu akan konsumsi.

Pada kesempatan kali ini kita yang akan membahas mengenai dengan apakah daging dan minyak biawak halal atau haram? Oleh karena itu yuk simak penjelasannya pada ulasan dibawah ini.

Apakah Daging dan Minyak Biawak Halal Atau Haram?

Karena biawak yang sering kali bisa dengan mudah ditemukan di hilir sungai, di rawa-rawa dan juga tempat lainnya yang lembab dan juga dekat dengan perairan, walaupun biawak memiliki tubuh menyeramkan ternyata ada yang menjadikan batik sebagai hidangan masakan.

Karena hewan biawak yang satu ini dianggap mempunyai komposisi daging cukup padat dan juga nikmat untuk di santap, bahkan di samping itu terdapat juga yang mengatakan bahwa daging dan minyak biawak yang memiliki khasiat untuk kesehatan tubuh.

Walaupun demikian seorang muslim pastinya memilih makanan tidak hanya dari kelezatan dan manfaat saja tetapi juga dari kehalalannya, dimana terdapat perbedaan pendapat dari para ulama mengenai dengan apakah daging dan minyak biawak halal atau haram?

Hukum Daging dan Minyak Biawak Halal

Dimana para ulama membolehkan orang untuk memakan daging biawak dikarenakan kemiripannya dengan jenis hewan dhab yang kehalalannya sudah disebutkan dalam beberapa hadits,salah satu hadis riwayat Ibnu Umar berarti: “Orang-orang dari kalangan sahabat Nabi Muhammad SAW yang diantara mereka terdapat Sa’ad sedang makan daging.

Kemudian salah seorang istri Nabi SAW memanggil mereka seraya berkata: “Itu daging dhab’, Mereka pun berhenti makan, lalu Rasulullah SAW bersabda, “Makanlah, karena daging itu halal’ atau beliau bersabda, ‘Tidak masalah (daging itu) dimakan, akan tetapi daging hewan itu bukanlah makananku.” (HR Bukhari).

Sebenarnya yang dimaksud sebagai hewan dzebb bukan hewan biawak yang kerap ada di permukaan sungai dan juga rawa-rawa, kedua hewan tersebut merupakan jenis hewan yang berbeda walaupun secara fisiknya hampir sama.

Di dalam istilah Arab biawak yang diartikan dengan kata al-wara, dalam mendeskripsikan hewan dhab, Imam al Qulyubi yang menjelaskan berarti: “Binatang dhab merupakan binatang yang menyerupai biawak hidup sekitar 700 tahun”.

Sebagian dari spesifikasi hewan tersebut adalah tidak minum air dan kencing hanya satu kali dalam 40 hari, hewan dhab betina memiliki dua alat kelamin dan jantan pun memiliki dua alat kelamin” (Syihabuddin al-Qalyubi, Hasyiyah al-Qalyubi ‘ala al-Minhaj, (Indonesia: al-Haramain), JUz IV, Hal. 259)

Terdapat juga hadits lainnya yang menerangkan kebolehannya yang berarti: Dari Ibnu Umar, Nabi SAW bersabda: ‘Aku tidak pernah memakan dhab, akan tetapi aku tidak melarangnya (tidak haram),” (HR Bukhari).

Untuk bentuk dhab yang mirip dengan biawak, tokek dan bunglon, namun hanya saja ukuran dhab yang lebih kecil dari biawak, dhab juga memiliki ekor cenderung kasar, bersisik serta tidak terlalu panjang yang berbeda dengan ekor milik biawak.

Selain itu juga pada umumnya dhab yang tidak bisa hidup di rawa-rawa seperti biawak dan umumnya dhab yang berada di padang pasir, untuk makan dari kedua hewan tersebut juga yang sangat berbeda, dari perbedaan kedua jenis hewan tersebut yang sangat berpengaruh terhadap status hukum mengkonsumsi biawak halal atau haram.

Hukum Daging dan Minyak Biawak Haram

Terdapat alasan hewan biawak haram atau tidak halal untuk dikonsumsi yang telah dijelaskan di dalam kitab Bulghah al-Thullab yang berarti: “Hewan yang dikenal di kalangan (sekitar) kita dengan nama biawak seliro sejatinya bukan binatang dhab, maka hukumnya haram mengkonsumsinya”. (KH Thaifur Ali Wafa, Bulghah al-Thullab).

Melandir dari NU Online yang menyatakan keharaman mengkonsumsi biawak yang satu ini, sejak dahulu sudah dibahas dalam Muktamar ke-7 Nahdlatul Ulama pada 9 Agustus 1932 M di Bandung.

Alasan Daging dan Minyak Biawak Halal atau Haram

Dimana biawak yang kerap ditemukan di Indonesia kebanyakan yaitu biawak air dari jenis Varanus Salvator, untuk sebagian orang yang menyebutkan sebagai tokek besar dan dikenal zalim bahkan menjadi perumpamaan (peribahasa) untuk menggambarkan kezhaliman.

Hewan biawak yang satu ini tidak menggali sarang sendiri tetapi merebut sarang dhab dan membunuhnya dan hewan ini juga biasanya akan merebut sarang ular dan memakan ularnya, sebagian ulama berpendapat bahwa hukum memakan daging dan minyak biawak adalah haram karena pertimbangan sebagai berikut:

  • Hewan biawak yang bukan makanan thayyib (baik), binatang dengan memiliki daging yang menjijikan (mustache bats) termasuk ke dalam keumuman ayat di dalam Al-Quran berarti: “Dan (Nabi SAW) menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QA Al-A’raf:157).
  • Sebagian orang yang biasa makan dhab, sedangkan pada umumnya biawak tidak dimakan dan dagingnya yang dirasa menjijikan.
  • Hewan biawak yang tergolong jenis binatang buas yang memiliki taring, maka biawak haram dimakan berdasarkan dengan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bersabda: “Setiap yang bertaring dari binatang buas, maka memakannya adalah haram (HR Muslim).
  • Dhab termasuk  hewan herbivora dan makanan utamanya yaitu rerumputan dan terkadang memakan serangga seperti semut, belalang dan lalat, sedangkan biawak termasuk hewan karnivora dan makanannya seperti serangga, tikus, reptil, telur, burung dan sebagainya.
  • Dilansir Mongabay, daging biawak air yang mengandung sejumlah parasit di dalamnya seperti cacing pita jenis sparganosis, dapat merusak dan membuat infeksi pada jaringan tubuh manusia, selain itu di dalam tubuh biawak air terdapat bakteri yang bernama mycobacterium.

Telah dilansir dari Suara Muhammadiyah yang terdapat pengecualian tentang hewan memiliki taring dan bercakar, tetapi tidak digunakan untuk menyerang yang berarti hukumnya halal, walaupun demikian dalam hadits Rasulullah SAW disebutkan:

Artinya: “Dari asy-Sya’bi ia berkata bahwa Abdullah berkata: “Manakala berkumpul yang halal dengan yang haram maka dimenangkan yang haram.” Berdasarkan dengan hal tersebut maka pendapat yang mengharamkan lebih didahulukan dibandingkan pendapat yang menghalalkan.

Dengan begitu hewan biawak halal atau haram yang kembali lagi dengan kepercayaan masing-masing jika halal maka boleh tidak memakannya untuk kehati-hatian, namun apabila haram maka boleh tidak memakan dan termasuk orang yang benar.

Mungkin hanya itu saja ulasan mengenai apakah daging dan minyak biawak halal atau haram? Hukum memakan daging biawak dalam Islam yaitu haram dan ada juga yang berpendapat halal, semoga dengan adanya ulasan diatas bisa membantu dan bermanfaat.

biawakdaging biawakdaging biawak halal