Apakah Asuransi Riba? Berikut Hukum Asuransi Menurut Islam

Nesiaverse.com – Untuk kamu yang ada berniat untuk mencoba melakukan asuransi, maka sebaiknya untuk mengetahui lebih dalam mengenai asuransi dan apakah asuransi riba? Untuk mengetahui semua itu bisa dengan simak ulasan di bawah ini.

Mungkin sebagian orang sudah tidak asing dengan kata asuransi, asuransi sendiri yang berasal dari bahasa Belanda (assurantie) dalam hukum Belanda yang disebut verzekering artinya pertanggungan.

Asuransi atau tertanggung adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dan pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk tertanggung karena kerugian atau keuntungan diharapkan.

Advertisment

Dimana menurut Robert I Mehr yang menyatakan bahwa asuransi merupakan suatu alat untuk mengurangi risiko dengan menggabungkan sejumlah unit yang berisiko agar kerugian individu secara kolektif bisa diprediksi, kerugian yang bisa diprediksi ini kemudian akan dibagi dan didistribusikan secara profesional di antara semua unit dalam gabungan tersebut.

Sedangkan menurut R.Green asuransi adalah institusi ekonomi mengurangi risiko dengan menggabungkan di bawah satu manajemen serta kelompok objek dalam suatu kondisi, sehingga kerugian besar terjadi diderita oleh suatu kelompok bisa diprediksi dalam lingkup lebih kecil.

Advertisment

Nah sekarang ini sudah banyak yang mengadakan asuransi dan banyak juga pertanyaan-pertanyaan seperti apakah asuransi riba? Untuk mengetahuinya yuk simak bareng-bareng ulasan di bawah ini dengan seksama.

Apakah Asuransi Riba?

Memang mempunyai asuransi yang pada dasarnya memberikan banyak manfaat yang besar untuk seseorang di kemudian harinya, asuransi ini yang dapat membantu seseorang bisa saja tiba-tiba mengalami musibah.

Namun apakah benar asuransi ini diharamkan oleh Islam? Ternyata faktanya menurut fatwa dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Islam yang tidak melarang seseorang mempunyai asuransi asalkan dana yang dikelola sesuai dengan syariat Islam.

Telah dilansir dari laman MUI yang menyatakan ketentuan mengenai asuransi yang tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 21/DSN-MUI/X/2001, Fatwa ini memuat ketentuan umum, akad asuransi, jenis asuransi, kedudukan, termasuk juga premi serta klaim asuransi.

Di Dalam menetapkan fatwa pedoman umum asuransi tersebut MUI yang telah mempertimbangkan beberapa hal yang diantaranya yaitu perlunya mempersiapkan dana sejak dini rangka menyongsong masa depan, hal ini upaya mengantisipasi kemungkinan terjadi risiko dalam kehidupan ekonomi yang nantinya akan dihadapi.

Asuransi yang menjadi salah satu upaya untuk bisa memenuhi kebutuhan dana tersebut, selain itu juga MUI yang berpandangan bahwa untuk mayoritas umat Islam Indonesia asuransi ini merupakan persoalan baru masih banyak yang dipertanyakan terkait status hukumnya maupun aktivitas apakah sejalan dengan prinsip syariah.

Sebagaimana telah tertuang dalam Fatwa MUI dan sudah dirangkum yaitu sebagai berikut:

Sebagai Dana Darurat

Dalam proses menjalankan hidup tentunya pada setiap orang yang harus mempunyai pertimbangan untuk masa depan, tentu saja hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan resiko atau kehidupan ekonomi mengalami penurunan atau menurun.

Asuransi yang bisa dimanfaatkan sebagai dana darurat untuk mempersiapkan hal yang tidak terduga, seperti firman Allah SWT dalam QS. al-Hasyr ayat 18 mengenai tentang perintah mempersiapkan masa depan yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.”

Sebagai Unsur Tolong Menolong

Fatwa MUI Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 yang mengatakan bahwa dalam asuransi syariah mengandung unsur tolong menolong antara sejumlah pijak dalam bentuk dana tabarru’ yang telah sesuai dengan syariah Islam.

Firman Allah SWT dalam QS. Al Maidah ayat 2 mengenai tentang perintah untuk saling tolong menolong di dalam perbuatan yang positif yaitu:

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya”.

Sebagai Unsur Kebaikan

Dimana semua produk asuransi syariah yang mengandung unsur tabarru’ dan juga tidak mengandung unsur gharar, kelak jumlah premi dikumpulkan akan digunakan untuk kebaikan serta membantu peserta yang lain terdampak risiko.

Seperti sabda Rasulullah SAW hanya melarang segala bentuk transaksi yang mengandung gharar di dalamnya yang artinya:”Rasulullah SAW melarang jual beli yang mengandung gharar’ (HR Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

Untuk Berbagi Risiko serta Keuntungan

Risiko dan juga keuntungan pada asuransi syariah yang dibagi rata ke seluruh peserta terlibat dalam investasi, dimana hal ini yang dirasa adil untuk semua pihak karena menurut MUI asuransi tidak dapat dilakukan hanya dalam rangka mencari keuntungan saja.

Seperti firman Allah SWT dalam QS an-Nisa ayat 58 yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil…”.

Termasuk dari Bermuamalah

Manusia yang tidak akan terlepas dari muamalah, asuransi yang menurut MUI juga bagian dari bermuamalah hal ini karena melibatkan orang lain dalam hal finansial, aturan muamalah harus disesuaikan dengan syariat Islam.

Hadist-hadist Nabi SAW mengenai tentang beberapa prinsip bermuamalah diantaranya: “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat, dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya”(HR. Muslim dari Abu Hurairah).

“Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf)”, dan juga “Setiap amalan itu hanyalah tergantung niatnya. Dan seseorang akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkannya (HR. Bukhari & Muslim dari Umar bin Khattab)”.

Musyawarah Asuransi

MUI telah menegaskan bahwa jika terjadi perselisihan karena adanya salah satu pihak tidak menunaikan kewajiban dalam proses asuransi, maka hal ini akan diselesaikan melalui Badan Arbitrase Syariah  agar di antara keduanya terjadi musyawarah mufakat.

Dasar Hukum Asuransi

Pendapat Ulama yang tidak Membolehkan Asuransi:

Syekh Muhammad Al-Ghazali, dalam kitabnya (Islam dan pokok-pokok ajaran sosialisme) yang menyatakan bahwa asuransi itu mengandung riba, karena beberapa hal yaitu:

  • Apabila waktu perjanjian telah habis, maka uang premi akan dikembalikan kepada terjamin disertai dengan bunganya hal ini adalah riba, jika jangka waktu dalam polis belum habis dan perjanjian diputuskan maka uang premi akan dikembalikan dikurangi biaya-biaya administrasi dan muamalah seperti ini dilarang oleh hukum agama.
  • Asuransi dengan arti tersebut adalah salah satu untuk berbuat dosa, banyak alasan uang di cari-cari berguna mengeruk keuntungan dengan mengharap datangnya peristiwa secara tiba-tiba.
  • Ganti kerugian diberikan kepada terjamin pada waktu terjadinya peristiwa disebutkan dalam polis, jika tidak diterima oleh syara’ karena orang mengerjakan asuransi bukan sarikat dalam untung dan rugi sedangkan orang lain ikut memberikan sahamnya dalam uang diberikan kepada terjamin.
  • Perusahaan asuransi dalam kebanyakan usahanya mendekati pada usaha lotre hanya sebagian kecil dari membutuhkan bisa mengambil manfaat.
  • Maskapai asuransi dalam kebanyakan usahanya menjalankan pekerjaan riba seperti pinjaman berbunga dan lainnya.

Ulama yang Memperbolehkan Asuransi

Beberapa ulama yaitu Murtadha Muthahhari, Muhammad Yusuf Musa, Abdul Wahhab Khallaf, Muhammad Nejatullah Shiddiq, Abdurrahman Isa, Muhammad Musra, Muhammad Ahmad, Muhammad al-Bahl, Muhammad Dasuqi dan juga Mustafa al-Zarqa.

Dimana diantara alasan golongan membolehkan asuransi yaitu berdasarkan pada kaidah fikih yaitu artinya “Asal sesuatu boleh”, ulama diatas yang memperbolehkan selama semua jenis transaksi bermanfaat dan tidak ada dalil yang melarang.

Untuk alasan lainnya karena asuransi yang mengandung maslahat artinya asuransi yang sesuai dengan maslahah atau kebaikan dan tujuan agama yang seperti tempat penyimpanan uang atau sebagai dana darurat pada saat terjadinya peristiwa tidak diinginkan.

Mungkin hanya itu saja ulasan mengenai dengan apakah asuransi riba yang bisa kamu ketahui, semoga dengan adanya ulasan diatas bisa membantu dan bermanfaat.

asuransiriba